Total Tayangan Halaman

Design by Ferry Muchlis Ariefuzzaman

Design by Ferry Muchlis Ariefuzzaman
Media Team for Atut's Success to be a Governor

Selasa, 07 Juli 2009

Menguji Strategi Para Jenderal dengan Ijazah Palsu dari FE IPB Bogor


Edisi 54 (20-31 Mei 2009)

Jakarta, PAB-Indonesia

Majunya Prabowo Subianto sebagai wakil presiden berpasangan dengan Megawati Soekarno Putri di Pilpres 2009, menggenapkan daftar para jenderal yang akan bersaing di Pilpres 2009. Sebelumnya, Wiranto telah lebih dahulu mendeklarasikan sebagai Wapres berpasangan dengan Jusuf Kalla maju ke arena Pilpres menghadapi incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga pensiunan jenderal.Hadirnya para mantan jenderal ini membuat peta politik di Pilpres semakin seru. Sebab pola yang dilakukan para pensiunan TNI dalam mendulang suara pemilih akan sama, yakni berdasarkan pengalaman mereka saat dinas di militer.

Sepertinya perang tidak jauh berbeda dengan pemilu. Perlu strategi yang matang untuk bisa mengungguli para pesaing dalam perolehan suara. Untuk itu para calon harus membentuk sebuah tim yang bertugas mencari kekuatan dan kelemahan calon dan lawan-lawannya. Setelah itu merancang strategi bagaimana caranya supaya jagonya meraih popularitas. Dalam urusan strategi, kalangan militer bisa dibilang sebagai ahlinya. Jangan heran bila tokoh-tokoh politik, terutama yang berlatar belakang tentara, banyak merekrut rekan-rekannya dari pensiunan militer untuk mengisi tim sukses atau tim kampanyenya.

Sebut saja Wiranto didukung mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy, mantan Wakil Pangab Jenderal (Purn) Fachrul Razi, mantan Kasad Jenderal (Purn) Subagyo HS, mantan Kasal Laksamana Bernard Kent Sondakh, mantan Kapolri Jenderal (Pol) Chairul Ismail, serta Budi Santoso, Ary Mardjono, dan Abu Hartono. Sementara Prabowo sendiri di sokong beberapa koleganya di Kopassus. Misalnya Muchdi PR, mantan Danjen Kopassus yang juga mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Mayjen Muchdi PR. Muchdi yang pernah ditahan polisi karena diduga terlibat kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, saat ini duduk sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, kendaraan politik Prabowo. Adapun SBY yang mencalonkan diri kembali di Pilpres 2009 dan berpasangan dengan Boediono, tentu saja punya sederet nama mantan petinggi militer di belakangnya.

Baik yang dulu pernah ikut membantu pemenangan Pilpres 2004 maupun rekrutan baru yang akan membantunya menghadapi pilpres mendatang. Masuknya kalangan militer ke jajaran tim sukses salah satu calon yang juga berasal dari militer karena adanya hubungan emosional. Sedangkan maraknya para pensiunan jenderal atau militer yang maju ke ajang pilpres, merupakan gejala mesianisme. Para pensiunan jenderal ini merasa yakin bisa menyelesaikan masalah bangsa. Sehingga mereka berusaha tampil untuk mengatasi beragam masalah yang saat ini sedang dihadapi bangsa. Lantas bagaimana peluangnya? Masing-masing tentu punya peluang yang sama. Dan dari sasaran pemilih mereka juga punya segmen yang berbeda. Misalnya Wiranto yang berupaya meraih dukungan dari kalangan keluarga besar TNI dan massa pendukung Golkar. Saat ini sejumlah posko Hanura berdiri di sejumlah kompleks perumahan prajurit TNI. Padahal pada 2004, posko-posko itu digunakan untuk penggalangan massa partai Demokrat kendaraan politik SBY.

Beralihnya sejumlah posko di sejumlah kompleks militer menandakan pergeseran dukungan sebagian keluarga besar TNI terhadap SBY. Kondisi serupa diperkirakan akan terjadi di kantong-kantong massa Golkar. Untuk merebut massa pendukung Golkar, bagi Wiranto bukan langkah sulit. Sebab bagaimanapun juga ia pernah memenangkan konvensi penjaringan capres dari Golkar 2004 silam.Sedangkan Prabowo dalam mencari massa pemilih cenderung memanfaatkan jaringan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang ia pimpin. Para petani dan nelayan diharapkan menjadi kantong-kantong suara bagi Prabowo. Kalau Prabowo serius dalam implementasinya.

Perolehan suara Partai Gerindra dari kalangan petani dan nelayan akan sangat signifikan.Calon presiden dari Partai Demokrat SBY telah menetapkan tiga macam strategi untuk memenangkan pemilihan Presiden pada 5 Juli mendatang. Strategi yang dilakukan SBY adalah melakukan kampanye terbuka, penggalangan dan pembinaan, serta mobilisasi dukungan, opini dan kontra opini. Menurut SBY, ketiga strategi tersebut akan dilaksanakan secara simultan.SBY juga menghimbau kepada segenap anggota tim suksesnya, untuk melaksanakan tujuh langkah guna memenangkan pemilihan Presiden.

Ketujuh langkah itu adalah berpegang teguh kepada tujuan. “Sebanyak mungkin rakyat Indonesia memberikan pilihannya kepada kita,” tegas dia.Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga aklan melaksanakan politik yang bersih, cerdas, dan damai. Menurutnya, hal tersebut dapat diwujudkan dengan memenuhi segala aturan hukum yang telah ditetapkan. Langkah ketiga, kata dia, mengembangkan cara-cara kampanye dan semua upaya pemenangan pemilihan presiden dan wakil presiden secara baik dan efektif.Susilo menjelaskan, langkah keempat yakni melakukan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi dengan semua pihak yang turut berjuang dalam memenangkan pemilihan presiden.

Langkah kelima yang harus diambil yaitu melakukan langkah-langkah teknis untuk mengantisipasi kecurangan dalam pemilihan dan segala hal yang mengganggu perolehan suara Susilo dan Kalla. “Jangan sampai demokrasi kita dikotori oleh kecurangan-kecurangan,” kata SBY.Dia menjelaskan, dalam mengantisipasi perkembangan situasi yang akan berjalan sangat dinamis menjelang hari pemilihan, pihaknya harus mengambil sikap dan tindakan secara antisipatif dan responsif. Langkah terakhir, sambung dia, berusaha mengumpulkan dana kampanye secara bersih dan sah dari sumber-sumber yang bersih dan sah. “Hindari manipulasi penggunaan dana,” ujar Susilo.

Sementara Wiranto mengatakan, kalau berbicara melawan incumbent, maka tentunya mereka akan mengeluarkan segala-galanya. "Rasanya sulit dikalahkan, tapi kan ada juga incumbent yang kalah seperti Pilkada," kata Wiranto.Dia menjelaskan, untuk menarik rakyat, maka strategi yang dilakukan yakni mengambil hati rakyat, dengan menjadi pemimpin yang memberikan kebutuhan rakyat tanpa rakyat meminta-minta. "Yang jelas strategi juga harus situasional, yang jelas kami memiliki," tambahnya.Wiranto juga mengingatkan segenap kader dan caleg partainya untuk menerapkan strategi 4D untuk bersaing dalam pemilu, yakni membuat Hanura dikenal, difahami, dipercaya, dan dipilih masyarakat."Agar dikenal, Hanura harus memasang berbagai atribut partai di tempat-tempat umum sehingga masyarakat mengetahui partai ini," katanya.

Tidak cukup dengan mengenalkan saja, Wiranto melanjutkan, setiap kader juga harus mampu memberi pemahaman kepada masyarakat tentang apa itu Hanura. Untuk itu setiap kader atau caleg harus turun ke lapangan melakukan sosialisasi dan jika perlu dengan pola "door to door" (pintu ke pintu). Setelah masyarakat memahami partai dengan nomor urut 1 di Pemilu itu, menurut Wiranto, hal itu masih belum cukup dan harus diikuti dengan "D" berikutnya, yakni dipercaya masyarakat."Hanura harus bisa dipercaya dan buktikan anda mampu menjaga amanah rakyat. Jika semua telah dilalui, silahkan tidur karena rakyat pasti akan memilih Hanura di Pemilu nanti," ujarnya.

Pada bagian lain, Wiranto menyatakan kebanggaannya bahwa dalam waktu singkat yakni dua tahun saja, Hanura sudah mampu melebarkan sayap organisasinya hingga tingkat kecamatan dan kelurahan di seluruh Indonesia.Menurut mantan Panglima ABRI itu, partainya didirikan bukan karena latah, ikut-ikutan atau pun sekedar mengantarkan Wiranto sebagai Capres. "Hanura didirikan karena adanya keprihatinan atas ketidak beresan dalam pengelolaan negara yang sesungguhnya kaya. Setelah puluhan tahun merdeka, ternyata bangsa ini masih belum bisa bangkit dari kemiskinan dan kebodohannya," ujarnya.**

Entri Populer